Seperti Gandhi, Gubernur Koster Juga Perjuangkan Kedaulatan Garam Bali
Mahatma Gandhi dan Wayan Koster mungkin hidup di era yang berbeda. Meski demikian, ada persamaan yang menjadi pengikat. Mereka berdua memperjuangkan satu hal yang sama, garam.
Pemimpin kemerdekaan India, Mahatma Gandhi memulai perlawanannya terhadap monopoli penjualan garam yang diberlakukan pemerintah kolonial Inggris pada tahun 1930. Penjajah Inggris memberlakukan Undang-Undang Monopoli Garam guna melarang warga India mengumpulkan atau menjual hasil laut tersebut. Padahal, garam adalah salah satu bahan makanan pokok di India. Penduduk dipaksa membeli garam dari Inggris tetapi di saat bersamaan melakukan monopoli terhadap produksi serta penjualan dengan mengenakan pajak yang tinggi.
Puluhan tahun kemudian, giliran Wayan Koster yang memperjuangkan garam. Sebagai negara maritim, Indonesia masih mengimpor garam. Data terakhir BPS tahun 2020 menunjukkan Indonesia mengimpor 2,6 juta ton garam. Bali termasuk salah satu provinsi yang banyak menggunakan garam impor karena kebutuhan di sektor pariwisata. Padahal Bali sendiri memiliki beberapa sentra produksi garam, khususnya garam tradisional.
Sentra produksi garam tradisional lokal Bali ada di 1). Amed, Karangasem; 2). Gumbrih, Jembrana; 3). Kusamba, Klungkung; 4). Pejarakan, Buleleng; dan 5). Desa Pemuteran, Buleleng. Untuk itu, Gubernur Bali jebolan ITB ini sedang gencar-gencarnya memberdayakan produk garam tradisional lokal Bali agar kembali bangkit, masuk di pasaran modern dan dimanfaatkan oleh masyarakat Bali. Tujuannya agar secara ekonomi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh petani garam yang tersebar di pesisir Pulau Dewata.
Guna mewujudkan hal tersebut, Gubernur Koster telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali. Hal ini sejalan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali dengan tujuan untuk mengimplementasikan konsep Trisakti Bung Karno, yakni: Berdaulat secara Politik, Berdikari secara Ekonomi dan Berkepribadian dalam Kebudayaan.
Buah perjuangan terhadap garam yang dilakukan Gubernur Koster juga bisa dilihat dari keluarnya Sertifikat Indikasi Geografis (IG) Garam Kusamba Bali dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang dipimpin Menkumham RI, Yasonna H Laoly.
Ketua DPRD Klungkung, Anak Agung Gde Anom menyatakan, atas terbitnya IG Garam Kusamba Bali ini, maka garam tradisional lokal Bali ini resmi mendapatkan pengakuan dari pemerintah. "Ini merupakan langkah bagus guna meningkatkan pemasaran garam Kusamba di pasar tradisional dan pasar modern atau toko swalayan pada khususnya,” katanya.
Fakta-fakta tersebut menjadi contoh nyata betapa getolnya Gubernur Koster memperjuangkan kedaulatan garam, khususnya garam tradisional di Bali. Sama seperti pejuang kemerdekaan India yang dahulu berhasil mengguncang dunia lewat gerakannya memperjuangkan garam: Mahatma Gandhi.
Berita Terkait Lainnya>
Ganjar Beberkan Niatnya Berada di Luar Pemerintahan Ketimbang Jadi Menteri
27 Maret 2024
211Bupati Sanjaya Apresiasi Karya Ageng Bhatara Turun Kabeh di Pura Puseh Bale Agung Desa Adat Padangan
27 Maret 2024
264Rapat Paripurna Penyampaian LKPJ APBD Badung 2023, Bupati Giri Prasta: Kita Mampu Capai Surplus Belanja Rp 1 Triliun Lebih
27 Maret 2024
263Wali Kota Jaya Negara Tinjau Lokasi Kebakaran yang Nyaris Berlangsung Semalaman
27 Maret 2024
Pidato Lengkap Megawati Saat Pembukaan Kongres IV PDIP
Paduan Suara PDI Perjuangan BALI - Juara I