Pendaftaran Kader PDI Perjuangan

Ganjar Fasih Beberkan 8 Prinsip Kepemimpinan Ajaran Leluhur, Dari Sifat Bumi Hingga Samudera

  • 19 Juni 2023
  • Oleh: PDI Perjuangan Bali
  • Dibaca: 436 Pengunjung

Ganjar Sebut Pemimpin Itu Harus Seperti Bumi yang Harus Siap Diinjak Rakyat di Hadapan Bu Mega.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menyampaikan ada ajaran leluhur mengenai kepemimpinan yang dihidupi secara budaya oleh masyarakat Jawa dan Bali, dan tetap kontekstual. Yakni Hasta Brata atau delapan perilaku pemimpin.

“Konsep kepemimpinan masyarakat yang ada di Bali termasuk yang ada di Jawa, mirip-mirip ini, ada yang mengacu pada Hasta Brata. Maka biasanya orang tua di Jawa memberikan petuah kepada pemimpin; kami gubernur, ada para bupati, wali kota, camat, pemuka agama, tokoh masyarakat yang ada di sana, maka Hasta Brata harus jadi sifat yang musti dimiliki dan terjemahannya ternyata sangat filosofis,” ujar Ganjar.

Kedelapan prinsip lalu dibeberkan Ganjar secara terbuka ketika berbicara di hadapan ratusan orang pemuka masyarakat Bali yang menyaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) Gubernur Bali-Gubernur Jawa Tengah. Presiden Kelima RI Prof.Dr. (HC) Megawati Soekarnoputri berada di antara hadirin yang menyaksikan momentum yang dilakukan di Hotel Prime Plaza Sanur, Denpasar, Bali, pada Jumat (16/6/2023).

Hadir juga Ketua DPP PDI Perjuangan M.Prananda Prabowo ketika Gubernur Bali I Wayan Koster dan Ganjar meneken kerja sama tersebut. Ganjar menjelaskan satu persatu. Prinsip pertama adalah bumi, dimana seorang pemimpin harus seperti bumi yang siap menjadi pijakan dan sumber utama kehidupan. Bumi juga menyiratkan kesabaran.

“Jadi kalau jadi pemimpin ya siap diinjak kepalanya oleh rakyat karena tuannya adalah rakyat,” kata Ganjar.

Ganjar melanjutkan kesabaran pemimpin itu akan memunculkan trust atau rasa percaya dari takyat. Dan ia juga termasuk yang meyakini, bahwa kekuatan utama sebuah negara adalah kepercayaan rakyat kepada pemimpin.

Prinsip kedua adalah matahari, dimana pemimpin memberikan energi dan membuka kesadaran. Matahari juga menyinari dan mendorong kolaborasi, memberikan semangat ke rakyat agar bersemangat. Diberikannya contoh bagaimana kemampuan pemimpin sebagai matahari. Yakni adalah ketika terjadi pandemi Covid lalu. “Ketika semuanya stres, tidak ada ilmunya, semuanya harus melakukan improvement. Dan kalau tidak teguh seperti matahari yang menyinari, enggak bisa memberikan energi, pasti semua sudah loyo,” kata Ganjar.

Sifat ketiga adalah bulan yang memberikan ketentraman dan kedamaian meski di tengah kegepalan. Damai, tenang, tidak panas, orang akan merasakan senang dan bahagia.

Keempat adalah bintang, ciri pemimpin yang mampu menjadi penunjuk arah di tengah kegelapan dan mampu memberikan inspirasi. Ada keteguhan di sana

“Saya dididik di sekolah, di keluarga dan di partai, maka kalau kita kalau mau belajar keteguhan, belajar dari Bu Mega. Kurang apa coba beliau menyiapkan diri, tahun 1996 digempur habis-habisan. Ibu Mega masuk kualifikasi Hasta Brata, tenang, tidak marah, melawan dengan konstitusi. Dan kepercayaan (rakyat) itu ada sejak saat itu sampai dengan hari ini. Itu keteguhan,” urai Ganjar disambut tepuk tangan ratusan peserta acara.

Sifat selanjutnya adalah langit, pemimpin yang mampu menaungi dan melindungi karena memiliki pengetahuan yang luas, dan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Bagi Ganjar, kepemimpinan ke depan harus mempertimbangkan ilmu-ilmu berkembang yang sangat luas. Sebab dunia terus berubah, dan kekuatan dunia yang baru terus bermunculan.

“Hari ini ada negara yang kuat dengan budayanya sendiri, membangun sistemnya sendiri dan kuat, yakni Rusia, Tiongkok, dan India. Maka berikutnya kita mesti mengejar mimpi kita di 2045, Indonesia mesti berikutnya,” kata Ganjar dan kembali disambut tepuk tangan meriah.

Keenam adalah sifat angin yang selalu meniup sepoy-sepoy dan masuk ke dalam; pemimpin itu mampu berada dimana saja, dengan siapa saja, kapan saja serta pengaruhnya bisa langsung dirasakan. Ganjar menyontohkan sosok Bung Karno

“Ini kalau kami diajarkan selalu bertemu dengan rakyat. Kalau baca buku sejarah itu, layaknya Bung Karno pada saat bertemu Marhaen. Beliau datang, dia bertanya, dia merasakan, dan kemudian diangkat menjadi sebuah isme dan itulah menjadi landasan perjuangan kita. Kini dilakukan tiap hari, tiap hari,” kata Ganjar.

Ketujuh adalah sikap api yang mampu bersikap adil dan berani tidak pandang bulu. “Karena nyala api akan menyesuaikan objek yang terbakar, yang dekat pasti terbakar. Maka mesti hati-hati. Dan mampu menegakan hukum sesuai perundang-undangan.”

“Diajarkan oleh nenek moyang kita sifat api itu. Kalau kamu deket kebakar, tidak ada takutnya. Dan tidak ada api itu nyalanya ke bawah. Kalaupun ke samping karena misal tertiup angin, nanti pasti dia akan langsung ke atas. Sebuah sikap konsistensi dari api,” tegas Ganjar.

Kedelapan adalah samudera, seorang pemimpin harus mampu menjadi hilir yang menerima semua air yang mengalir padanya.

“Apapun, tadi protes, dibully, dimintai tolong, dicaci maki, ataupun disanjung, ia harus jadi muara dan samudera. Kalo orang Jawa bilang mesti jembar dhodho. Dadanya lebar menerima dengan sabar tidak marah,” kata Ganjar.

“Ini tidak mudah tergoda dan memiliki prinsip kuat. Kalau saya contohkan Ibu Mega tadi, tidak pernah tergoda dan prinsipnya kuat. Digoda kiri kanan, tidak pernah mau. Maju terus. maju terus. Itu pelajaran yang luar biasa dari tingkat kesamuderaan kita,” tegas Ganjar.


  • 19 Juni 2023
  • Oleh: PDI Perjuangan Bali
  • Dibaca: 436 Pengunjung

Berita Terkait Lainnya