Pendaftaran Kader PDI Perjuangan

Wali Kota Jaya Negara: Masa Kecil Hidup Susah, Sempat Jabat Wakil Walkot 2 Periode

  • 05 Maret 2024
  • Oleh: PDI Perjuangan Bali
  • Dibaca: 427 Pengunjung

Nama I Gusti Ngurah Jaya Negara di kalangan masyarakat Bali, Kota Denpasar khususnya, sudah tidak asing lagi.

Sejak tahun 2010, Jaya Negara sudah memiliki jabatan yang cukup tinggi di Kota Denpasar. Yaitu sebagai Wakil Wali Kota Denpasar mendampingi Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota pada periode pertama (2010-2015) dan periode kedua (2016-2021).

Selanjutnya, pada 4 September 2020, ia bersama dengan Kadek Agus Arya Wibawa maju mendaftar sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Denpasar untuk periode 2021-2024. Lantas, siapa sebenarnya sosok orang nomor satu di Kota Denpasar tersebut?

Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara pimpin peringatan HUT Korp Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Ke-51 berlangsung di Kota Denpasar. Lelaki yang memiliki nama lengkap I Gusti Ngurah Jaya Negara atau akrab dipanggil Gung Jaya atau Turah Jayanegara itu lahir di Denpasar, 4 Juli 1966.

Walaupun berasal dari keluarga ningrat, namun siapa sangka bahwa sosoknya ini ternyata pernah mengecapi kerasnya kehidupan. Ia merupakan seorang anak yang lahir dari keluarga sederhana dari Puri Penatih, Denpasar, dimana ayahnya berprofesi sebagai guru dan ibunya sebagai ibu rumah tangga.

IGN Jaya Negara menyebut bahwa masa kecilnya tidak berbeda dengan banyak orang lain di Denpasar, bahkan menurutnya sangat melarat.

a sendiri sempat berjualan es lilin di masa kecilnya medio 1970-an saat masih bersekolah di SDN 1 Penatih yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.

Gung Jaya saat itu berjualan es lilin sepulang sekolah bersama sang adik kandungnya IGA Bintang Darmawati alias Bintang Puspayoga (yang kini menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP & PA), keduanya menjajakan es lilin tersebut keliling dari kampung ke kampung di sekitar Penatih hingga daerah Peguyangan Kangin.

Menariknya, saat panen raya tiba, ia bersama sang adik ikut juga membantu petani memanen padi dengan upah sisa-sisa gabah yang dibawa pulang untuk di masak sang ibu menjadi makanan bersama keluarga.

Saat memasuki SMP Dwijendra pada medio 1980-an, ia juga sempat membantu ayahnya menjadi kernet bemo.

Ayahnya sendiri saat itu sudah tidak menjadi guru lagi akibat “dipaksa” keluar pada awal 1971. Saat itu para pegawai negeri diharuskan untuk menjadi kader parpol tertentu dari penguasa.

Ayahnya saat itu memilih setia dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) dan memutuskan keluar dari posisinya sebagai guru sekolah.

Walaupun sekolah sembari bekerja, prestasi Gung Jaya terus meningkat di sekolah. Ini terbukti di tahun 1982, ia tamat dari SMP Dwijendra. Namun, saat itu ia sempat ragu akan melanjutkannya ke jenjang SMA. Pasalnya, kondisi ekonomi keluarganya dirasa kurang memungkinkan untuk menanggung beban biaya pendidikannya.

Namun berkat dorongan kuat dari Sang Ayah, Gusti Ngurah Jaya mantap untuk masuk ke sekolah favorit di Kota Denpasar yakni SMA Negeri 1 Denpasar atau yang lebih dikenal sebagai SMANSA.

Saat bersekolah di SMANSA, ia juga sempat menjadi tukang catat meteran listrik PLN dengan berkeliling dari satu rumah ke rumah di Kota Denpasar untuk menambah uang saku dan membayar SPP.

Setamatnya dari pendidikan di SMA Negeri 1 Denpasar pada 1985, ia kembali dilanda dilema. Ia tidak ingin membebani kedua orangtuanya dengan biaya kuliah yang terbilang tidak sedikit jumlahnya, apalagi ayahnya saat itu sedang sakit.

Namun kembali Sang Ayah meyakinkan dirinya. Ayahnya yang sangat dicintai tersebut bersedia mendukung pendidikannya hingga Gusti Jayanegara berhasil meraih gelar sarjana.

Berkat dukungan dari Sang Ayah itulah, Gusti Jaya Negara akhirnya yakin dan percaya diri melanjutkan kuliahnya di Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Keuangan Universitas Pendidikan Nasional alias Undiknas yang ia tamatkan dengan menggondol gelar Sarjana Ekonomi pada tahun 1991 dan langsung bekerja sebagai bankir di sebuah bank swasta di Denpasar.

Namun, sebagaimana prinsip hidupnya yang menjalani hidup dengan mengalir dan tidak neko-neko. Nasib mujur berpihak padanya saat peralihan dari Orde Baru ke Reformasi.

Saat itu, bank tempat ia bekerja bangkrut sehingga ia harus berhenti sebagai seorang bankir. Di saat itu lah, ia yang memang sejak muda era tahun 80-an, Gung Jaya telah sering dilibatkan oleh ayahnya dalam dunia kepartaian yakni di Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dicalonkan sebagai Calon Anggota DPRD Kota Denpasar dari PDI Perjuangan (evolusi PDI di masa reformasi) dan terpilih duduk di kursi dewan.

Tidak pernah terbesit dalam pemikirannya ia akan duduk sebagai orang yang cukup berpengaruh. Dalam benaknya hanya ada keinginan untuk menjalani masa kini dengan sebaik-baiknya dan membiarkan hari esok menjadi sebuah misteri yang tak dapat diganggu gugat.

Sehingga apapun yang terjadi terhadap dirinya di masa depan adalah sebuah tabir yang menjadi urusan Tuhan Yang Maha Kuasa.


  • 05 Maret 2024
  • Oleh: PDI Perjuangan Bali
  • Dibaca: 427 Pengunjung

Berita Terkait Lainnya