Pendaftaran Kader PDI Perjuangan

Wayan Koster Pantas Jadi Pejuang Dana APBN Masuk Desa di Bali

  • 30 Oktober 2024
  • Oleh: PDI Perjuangan Bali
  • Dibaca: 356 Pengunjung

Gubernur Bali periode 2018-2023 Wayan Kostser pantas memperoleh julukan pejuang dana APBN masuk ke desa di Bali. Sebab, anggota DPR RI 3 periode ini dengan konsepnya yang sangat brilian merumuskan soal Ekonomi Kerthi Bali.

Kepala Bappeda Litbang Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra mengatakan, konsep Ekonomi Kerthi Bali adalah ekonomi untuk mewujudkan Bali berdikari dalam bidang ekonomi yang dibangun dan dikembangkan berlandaskan nilai-nilai filosofi Sad Kerthi dengan memiliki 6 sektor unggulan sebagai pilar perekonomian Bali. Keenam sektor tersebut adalah sektor Pprtanian dengan pertanian organiknya, sektor kelautan dan perikanan, sektor industri manufaktur dan industri budaya branding Bali, sektor industri kecil menengah (IKM), usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan koperasi, sektor ekonomi kreatif dan digital dan sektor pariwisata.

“Jadi Konsep Ekonomi Kerthi Bali dengan memiliki 6 sektor unggulannya akan mewujudkan perekonomian Bali yang harmonis terhadap alam, berbasis sumber daya lokal dan menjaga kearifan lokal, hijau, ramah lingkungan, berkualitas, bernilai tambah, tangguh, berdaya saing, serta berkelanjutan. Semuanya ada di desa. Masyarakat di desa yang merasakan semua pertumbuhan dan perkembangan ekonomi tersebut,” ujarnya.

Di zaman Gubernur Koster periode pertama (2018-2023), serapan dana APBN yang masuk ke desa di Bali sangat luar biasa. Koster berpandangan bahwa pemimpin itu harus membangun Indonesia dari desa, membangun bangsa dari desa. Jika desa atau masyarakat desa sejahtera, Indonesia akan sejahtera. Untuk itu sangat pentingnya mengurus desa secara utuh dan tuntas, karena sebagian besar masyarakat Indonesia berada di wilayah pedesaan. “Kalau desa ini kita bangun dengan baik, di dalamnya ada rakyatnya yang sebagian besar ada di desa, berarti sebagian besar masalah bangsa ini selesai,” kata Ika.

Jika pembangunan di desa bisa dijalankan dengan baik, perekonomiannya berkembang maka masyarakat akan bekerja di desa, tidak berpindah ke kota. Menurutnya, kalau itu bisa dilakukan selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa, juga akan menyeimbangkan pembangunan antarwilayah secara horizontal maupun vertikal sehingga secara otomatis mengurangi arus perpindahan penduduk dari desa ke kota.

Ika Putra melanjutkan, untuk melaksanakan pembangunan di desa dibutuhkan anggaran. Itu sebabnya Koster memperjuangkan agar APBN bisa dialokasikan ke desa. Pada zaman Koster menjadi Gubernur, Bali mendapatkan anggaran Rp 657 miliar dari APBN untuk 636 desa. Ini berarti rata-rata desa di Bali mendapatkan dana Rp 1 miliar lebih.

Kalau itu bisa dilakukan selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa, juga akan menyeimbangkan pembangunan antarwilayah secara horizontal maupun vertikal sehingga secara otomatis mengurangi arus perpindahan penduduk dari desa ke kota. Keyakinan yang kuat ini membuat Koster memperjuangkan agar anggaran APBN bisa dialokasikan ke desa.

Dana ini harus digunakan secara lebih terfokus untuk pembangunan yang dampaknya signifikan untuk masyarakat dan bukan dibagi secara merata ke hal-hal kecil yang tidak penting bagi masyarakat. Sebagai anak desa, lahir dari keluarga miskin dan bahkan untuk makan saja susah, Koster sangat merasakan bagaimana kehidupan masyarakat desa, pembangunan yang lambat karena keterbatasan anggaran, perekonomian tidak berkembang optimal karena minimnya infrastruktur dan sarana prasarana, terjadinya kesenjangan antardesa, dan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada pembangunan desa.

Kondisi desa yang demikian mengakibatkan desa menjadi kurang menarik khususnya bagi generasi muda untuk membangun kehidupannya di desa, sehingga mereka meninggalkan desa pindah ke kota untuk mencari pekerjaan guna menghidupi diri dan keluarganya. Perpindahan penduduk dari desa ke kota menjadi semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Sementara pada saat yang sama dalam konteks Bali, desa merupakan lembaga paling depan yang memiliki wilayah, penduduk, dan sumber daya kehidupan, serta pemerintahan untuk melayani masyarakatnya. Oleh karena itu, desa harus dibangun dengan serius oleh pemerintah, agar desa berkembang menjadi maju, perekonomiannya tumbuh, membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memotivasi generasi muda tinggal di desa untuk membangun desanya, mengurangi perpindahan warga dari desa ke kota.

Koster berpandangan, desa yang maju dan masyarakat yang sejahtera, sesungguhnya merupakan tujuan negara untuk mensejahterakan rakyatnya sesuai konstitusi, sehingga paling tidak 60% persoalan bangsa diselesaikan di desa, mengingat sebagian besar rakyat Indonesia berada di desa, hidup di desa, dan membangun kehidupannya di desa. Negara harus mengambil terobosan kebijakan membangun desa melalui dukungan anggaran yang langsung masuk ke desa.

Atas pandangan tersebut, pada tahun 2012, Koster dalam posisinya sebagai Anggota Panitia Khusus (Pansus) Pembentukan Rancangan Undang-undang tentang Desa memperjuangkan masuknya alokasi dana desa dalam APBN untuk percepatan pembangunan desa. Setelah melalui pembahasan dengan perdebatan sengit selama lebih dari 1 tahun, akhirnya Rancangan Undang-undang tentang Desa berhasil disahkan pada bulan Desember 2013, dan diberlakukan tanggal 15 Januari 2014.

Dalam Undang-undang Desa terdapat norma pengaturan tentang alokasi dana desa yang bersumber dari APBN sebesar 10% dari dana perimbangan setelah dikurangi alokasi dana khusus, yang direncanakan target alokasi dana desa minimum rata-rata Rp 1 miliar untuk satu desa, yang meningkat secara bertahap dari tahun ke tahun. Lahirnya Undang-undang Desa merupakan momentum yang sangat penting menjadi awal bangkitnya gerakan membangun desa, sehingga memotivasi para generasi muda pulang ke desa untuk membangun desanya.


  • 30 Oktober 2024
  • Oleh: PDI Perjuangan Bali
  • Dibaca: 356 Pengunjung

Berita Terkait Lainnya